Rabu, 19 Juni 2013

Kemiskinan Masa Kini: Persahabatan Struktur Politik Demokratis dengan Kapitalisme


Kemiskinan sudah menjadi sebuah permasalahan yang krusial sampai saat ini. Berbagai pendekatan dilakukan oleh para ilmuan dari berbagai bidang dari ilmuan humaniora sampai pada ilmuan politik dengan perspektif yang berbeda pula untuk mengatasi permasalahan ini. Penulisan ini saya lakukan dengan melihat kemiskinan yang terjadi pada masa kini dimana pada masa itu penuh dengan pengaruh kekuatan kapitalisme, globalisasi, dan struktur politik. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa secara singkat mengenai kemiskinan di Indonesia pada masa kini berdasarkan dengan perspektif yang digunakan oleh penulis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu analisa, diperlukan suatu metode berpikir sehingga dapat membaca Indonesia dengan argumentasi yang tepat dan jelas.
Metode berpikir yang saya gunakan dalam membaca kemiskinan di Indonesia pada masa kini adalah metode berpikir strukturalis. Cara berpikir strukturalis merupakan akar dari perspektif marxisme. Menurut Marx (dalam                                                David & Gerry 2011, h. 187) terdapat suatu proses dan struktur esensial yang membentuk atau menyebabkan keberadaan (eksistensi) sosial kontemporer dan marxisme itu bersifat ekonom dengan penjelasan bahwasanya relasi ekonomi menentukan relasi sosial yakni relasi antarkelas dan relasi sosial menentukan relasi politik khususnya bentuk dan tindakan negara. Hal ini cukup menjelaskan bahwa strukturalis merupakan metode berpikir dengan mementingkan adanya struktur yang mempengaruhi realitas, khususnya struktur sosial. Metode yang saya gunakan untuk menjelaskan kemiskinan di Indonesia adalah menggunakan perspektif sejarah yang disajikan marxisme klasik (David & Gerry 2011, h. 188) yakni pandangan tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan dengan mengkaitkan ketiganya.
Salah satu ilmuan politik yang berpengaruh dalam gerakan strukturalis menurut David dan Gerry (2011, h.330) adalah Louis Althusser yang berpendapat bahwa realitas sosial diatur oleh interaksi kompleks antara struktur ekonomi, politik, dan ideologi yang mempunyai otonomi relatif masing- masing satu sama lain. Louis (dalam David & Gerry 2011 h.330) meyakini bahwa individu dan agen tidak mempunyai kekuatan otonom, agen hanya berperan sejauh mereka sebagai pembawa struktur. Ketidakotonoman agen ini disebabkan karena bagi pemandang strukturalis agen hanyalah pendukung bagi struktur, sedangkan struktur merupakan kekuatan utama dalam menjelaskan realita.
Konsepsi struktur yang memang telah banyak digandrungi pada masanya memang kini semakin menurun karena trend keilmuan yang sekarang cenderung neo- liberalisme. Hal ini tentu saja bukan tanpa sebab. Sebab yang paling utama adalah adanya kritik- kritik terhadap marxisme sehingga marxisme semakin berkembang menjadi marxisme kontemporer. Kritikan yang ditujukan pada marxisme yang kaya akan berbagai pendekatannya semakin menunjukkan kelemahan yang dimiliki oleh strukturalisme. Agensi atau aktor yang diikusertakan para kaum strukturalis hanya sebagai pendukung dari struktur membuat metode berpikir ini memiliki kelemahan tersendiri dalam mengungkap peran aktor. Akibat abai terhadap aktor beserta seluk- beluknya, pendekatan ini memiliki kelemahan kurang mendalamnya analisa yang dilakukan karena digunakannya data makro dalam perspektif ini. Seperti memandang roti pisang, kaum strukturalis memandang roti pisang bisa dijual dengan harga tertentu dengan tekstur luar tertentu dan memandang roti pisang yang terlihat cantik dari luarnya. Tetapi, kaum rational choice atau intrepetiv akan memandang roti pisang sebagai roti yang berasal dari pisang, tepung, disertai dengan komposisi tertentu sehingga dihasilkan roti yang lezat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini tidak memiliki ruang bagi agensi (aktor) dan tidak mendalam. Selain itu, kelemahan strukturalis ini juga mempunyai kelemahan yang dimiliki oleh marxisme. Menurut Jessop (dalam David dan Gerry 2011, h. 191) menyatakan bahwa gender merupakan dasar yang sangat penting dari ketimpangan struktur yang tidak dapat direduksi menjadi kelas, dan yang tercermin dalam bentuk dan tindakan negara. Hal ini tentu saja mengungkap kelemahan strukturalisme yang tidak terlalu mengungkap ketimpangan gender sehingga muncullah feminisme.                
Ada alasan suatu pendekatan mulai ditinggalkan oleh ilmuan, namun juga terdapat alasan mengapa tidak sedikit ilmuan yang memilih strukturalisme sebagai suatu metode berpikir. Strukturalisme memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode berpikir lainnya. Sebagai anak dari marxisme klasik yang kaya raya akan berbagai modelnya, sturkturalisme mampu menjelaskan realita secara menyeluruh. Selain itu, strukturalis yang lebih menekankan peran struktur dimana ketimpangan yang terjadi lebih kepada materiil mampu mengungkapkan keterkaitan antara unsur struktur yang satu dengan yang lainnya secara baik. Seperti potongan puzzle, apabila semua puzzle berwarna biru dan ada satu puzzle saja yang berwarna merah akan sangat terlihat sekali bahwa struktur yang ada mengalami ketimpangan dan menimbulkan realita sosial.

Kemiskinan di Indonesia mengalami pasang surut dari  masa ke masa. Hal ini ditunjukkan oleh indeks sebagai berikut:



Berdasarkan data tersebut, presentase penduduk miskin di Indonesia mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 1998. Perlu kita ingat bahwasanya pada tahun tersebut Indonesia sedang mengalami transisi menuju negara yang demokrasi. Indonesia mengalami suatu reformasi dengan ditandakannya gerakan besar- besaran dari masyarakat terutama dari mahasiswa. Hal ini tentu saja bukan euforia sejarah belaka, bukan pula romantisisme yang harus kita lupakan karena kita sekarang sedang berada dalam negara yang demokratis. Ada beberapa asumsi penulis bahwasanya ada kecenderungan kemiskinan yang terjadi pada masa ini adalah hasil dari ketimpangan struktur yang sudah telah ada sejak dulu.
Intelektual Marxis Anderson (1983, h. 277) menyatakan bahwasanya hasil kebijaksanaan Orde Baru merupakan perwujudan maksimal dari kepentingan negara dan argumentasi ini dapat diuji dengan meninjau sejarah kehidupan bernegara di Indonesia. Apa yang dilakukan oleh Anderson adalah dengan cara menganalisa perspektif historis yang terjadi pada masa kolonial, secara kebetulan atau sengaja disamakan telah sama dengan apa yang terjadi pada masa Orde Baru. Hal ini dapat dilihat dalam karyanya Old State New Society yang menjelaskan bahwa struktur yang bekerja adalah kapitalisme yakni VOC yang datang dengan modus bisnis kemudian dapat memformat negara menjadi state qua state. Hal ini sama dengan pada masa Orde Baru dimana negara menjadi seorang predator yang memperkuat dirinya sendiri sehingga menimbulkan kemiskinan bagi masyaraktnya (Anderson 1983). Lokus yang serupa juga menjadi konsentrasi studi dari Olle Tornquist (dalam Grezia 2011, h. 3) yang menjelaskan Indonesia melalui sudut pandang perkembangan kapitalisme dengan meminjam teori Marxis dimana pada saat Orde Baru terjadi suatu otonomi relatif dimana negara tidak sepenuhnya otonom yakni di satu sisi negara memunculkan sistem kooperatisme dan di satu sisi membuka diri pada ekonomi dengan privatisasi, kerja sama dengan swasta maupun pihak asing. Hubungan ini menimbulkan adanya rent seeking, rent state, dan share provit. Pendapatan Indonesia sebagian besar berasal dari rente minyak dan bantuan asing, sehingga negara kurang bergantung pada pajak rakyat. Keuntungan besar dinikmati oleh aparatur negara yang memiliki tempat strategis. Praktek politik seperti ini juga diakibatkan oleh faktor ekonomi dan politik kekuasaan. Berdampak pada monopoli sumber daya oleh kelas sosial dan faksi- faksi tertentu.
Berdasarkan analisa dari Olle tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya yang terjadi semasa Orde Baru adalah adanya suatu pemusatan sumber daya. Baik sumber daya politik, maupun sumber daya ekonomi dengan dukungan hubungan patronase sehingga melanggengkan kekuasaan. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi Soeharto untuk menanggulangi kemiskinan. Tentu upaya ini bukan tanpa tujuan, untuk menopang struktur politik yang kuat maka diperlukan sumber daya yang kuat dan sumber daya yang kuat tersebut dapat ditemukan dalam penguasaan ekonomi. Kemiskinan yang terjadi pada masa Soekarno turut andil dalam struktur kekuasaan Soeharto. Ketimpangan semakin terjadi dengan adanya kapitalisme seperti yang diungkapkan oleh Olle (1983) dan mempengaruhi kondisi negara. Didukung pula dengan peran Globalisasi seperti yang dikatakan oleh King (1982) yang menjelaskan peran penting modernisasi dalam kondisi negara.
Kondisi negara yang carut marut semasa reformasi dengan hutang luar negeri yang menumpuk dan kapitalisme kroni Soeharto yang masih tersisa ikut andil dalam kemiskinan. Dengan adanya kemiskinan yang membengkak semasa reformasi dengan berbarengannya tuntutan demokratisasi dari rakyat maka demokrasi dilakukan dengan sistem otonomi daerah dan pemilu demokrasi yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Padahal struktur yang ada masih mengalami ketimpangan. Seperti adanya kapitalisme yang semakin merebak di dunia dengan seiringnya trend liberalisasi ekonomi.




Privatisasi yang dilakukan oleh Soeharto memiliki imbas pada perekonomian saat ini padahal di lain sisi hutang luar negeri semakin banyak dan tuntutan demokrasi semakin tinggi. Oleh karena itu, saat ini banyaknya perusahaan asing yang masuk di Indonesia dan tidak disertainya peningkatan produksi domestik menimbulkan terjadinya kemiskinan karena negara sendiri telah dikuasai oleh asing dalam aspek produksi. Contoh adanya produksi dalam negeri yang tidak seimbang dapat kita lihat dengan adanya import serta ekspor yang tidak seimbang dimana impor lebih besar daripada ekspor. Adapun data yang menunjukkan adanya ekspor dan impor yang tidak seimbang adalah sebagai berikut:




Tentu saja yang paling terlihat adalah ekspor dan impor minyak dimana pada masa Orde Baru Indonesia mengalami OilBoom dan pembukaan lapangan untuk perusahaan asing diberikan secara besar- besaran.

Sumber: http://priyadi.net/archives/2005/09/30/krisis-minyak-dunia-dan-indonesia/

Tabel di atas menjelaskan bahwa produksi minyak tertinggi terjadi pada tahun 1970an dimana pada saat itu telah kita ketahui terjadi OilBoom. Indonesia mengalami penurunan produksi pada tahun 2000an sehingga dapat diketahui bahwasanya konsumsi meningkat disertai dengan jumlah impor yang tinggi. Hal ini bersamaan dengan adanya penggalakan demokratisasi yang menuntut adanya penyelenggaraan goodgovernance. Pada prinsipnya, penyelenggaraan pemerintah saat ini melibatkan peran swasta dan aktor lain. Adanya ketimpangan antara produksi dalam negeri dalam hal ini petani lokal dan perusahaan asing menimbulkan kemiskinan yang relatif terstruktural.
Struktur politik yang relatif tidak terpusat seperti masa Soeharto dimana pemimpin tidak memiliki kekuatan yang sangat kuat dalam hal legitimasi politik dan politik mulai dipencarkan ke daerah sehingga daerah memiliki otonomi (dispersi politik). Otonomi ini memberikan peluang kebebasan bagi elit lokal untuk melakukan kebijakan. Sehingga negara tidak lagi memiliki otonomi yang kuat seperti semasa Orde Baru. Hal ini berpengaruh pada kemiskinan yang terjadi di Indonesia karena banyak terjadi swastanisasi produk- produk yang di subsidi sebagai dampak dari masuknya peran swasta dalam penyelenggaraan pemerintah karena negara tidak mempersiapkan daerah yang ‘siap’ untuk didesentralisasi.
Struktur relasi signifikan pun terjadi pasca Soeharto. Menurut Purwoko (h. 4) bahwasanya pada tahun 1999 pemilu diikuti oleh 48 parpol dan menimbulkan pola relasi antara presiden dan DPR memiliki perubahan yang cukup signifikan. Menurutnya keterlibatan banyak partai politik menyebabkan keputusan yang ditujukan untuk bangsa terhambat oleh kepentingan sesaat sehingga menimbulkan nuansa oligarki ini mengabaikan isu- isu kemiskinan seperti melambungnya harga sembako dan tingkat pengangguran.
Globalisasi memiliki peran dalam hal ini. Kapitalisme yang berkembang di dunia yang ditandai dengan mulai banyaknya pemberontakan di dunia seperti Occupywallstreet di Amerika yang merambah di India bahkan Indonesia, menandakan bahwa kapitalisme merajai global. Tidak adanya kesempatan atau struktur pemerintah yang diberikan kepada masyarakat untuk berada dalam lingkaran produksi nasional dikarenakan negara memiliki kepentingan akan modal untuk membiayai demokratisasi di Indonesia. Korupsi meraja lela bagaikan semut merah yang diberi gula menyebabkan negara selama ini berkonstrasi pada demokratisasi dan penanggulangan korupsi. Penanggulangan ini membutuhkan biaya yang besar terutama untuk membiayai komisi, khususnya KPK. Hal ini berimbas pada banyaknya biaya yang dihabiskan oleh pusat untuk memenuhi kebutuhan negara, dalam hal ini bukan kebutuhan masyarakat semata.
Berdasarkan uraian yang saya paparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya kemiskinan dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari perjalanan masa lalu. Tidak bermaksud untuk terlalu terjebak dalam sejarah namun kronologi peristiwa yang menyebabkan hubungan kausal perlu untuk dikaji. Adanya perubahan struktur politik yang fluktuatif menyebabkan struktur ekonomi memiliki pengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Perubahan dari pasca kemerdekaan ditandai dengan masa euforia kemerdekaan, masa demokrasi parlementer dengan nuansa pertarungan politik yang kuat, masa demokrasi terpimpin dengan pemberontakan rakyat akan kemiskinan, pasca orde baru yang percaya akan kekuatan pembangunan dalam menangani kemiskinan namun berdampak adanya kemiskinan yang ekstrim semasa tumbangnya rezim ini, dan sekarang dengan nuansa demokratis yang kental. Peninggalan rezim sebelumnya berupa hutang luar negeri, pengaruh globalisasi berupa peran kuat ideologi liberal, kapitalisme yang mengglobal, ekspor dan impor yang tidak seimbang yang terjadi atas akibat dari produksi dalam negeri yang tidak diberi ‘tempat’ dalam perekonomian nasional karena imbas adanya keputusan untuk membuka diri terlalu besar bagi asing, kesemuanya mengakibatkan kemiskinan terjadi pada masa ini. Kemiskinan di Indonesia menjadi suatu permasalahan yang semakin komplek untuk diselesaikan. Penanggulangan ini dapat dilakukan dengan cara memperbaiki struktur yang mengalami ketimpangan dengan cara menyeimbangkan antara faktor produksi dan konsumsi.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar